Beranda | Artikel
Apa yang Harus Dilakukan Jika Tidak Mampu Puasa Arafah?
Minggu, 1 Juni 2025

Hari Arafah adalah salah satu hari paling mulia dalam Islam. Ia hadir pada tanggal 9 Zulhijah, saat jutaan jemaah haji berdiri di padang Arafah, berdoa, dan memohon ampunan kepada Allah. Bagi kaum muslimin yang tidak sedang berhaji, disyariatkan untuk memperbanyak amal, dan salah satu amalan yang sangat dianjurkan adalah puasa Arafah. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده

“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” [1]

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وهو يوم شريف عظيم، وعيد كريم، وفضله كبير

“Hari Arafah adalah hari yang mulia dan agung, hari raya yang penuh kemuliaan, dan memiliki keutamaan yang besar.” [2]

Namun dalam realita kehidupan, ada sebagian kaum muslimin yang memiliki keinginan kuat untuk meraih pahala besar ini, tetapi tubuhnya tidak mampu. Entah karena sakit, lemah fisik, usia lanjut, menyusui, hamil, atau sebab lainnya. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh mereka yang tidak mampu?

Memahami hukum puasa Arafah

Puasa Arafah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), bukan wajib. Maka, bagi yang tidak melaksanakannya tidak berdosa, selama ada uzur yang syar’i. An-Nawawi rahimahullah berkata,

أما حكم المسألة فقال الشافعي والأصحاب: يستحب صوم يوم عرفة لغير من هو بعرفة

“Adapun hukum masalah ini, maka Imam Asy-Syafi’i dan para sahabatnya (ulama madzhab Syafi’i) berkata, ‘Disunahkan (dianjurkan) berpuasa pada hari Arafah bagi orang yang tidak berada di Arafah (yakni bukan jemaah haji).” [3]

Ibnu Muflih rahimahullah berkata,

ويستحب صوم عشر ذي الحجة، وآكده التاسع، وهو يوم عرفة، إجماعا

“Disunahkan berpuasa pada sepuluh hari pertama Zulhijah, dan yang paling ditekankan adalah hari kesembilan, yaitu hari Arafah, berdasarkan ijma‘ (kesepakatan ulama).” [4]

Jika tidak mampu, maka jangan memaksakan

Islam adalah agama rahmat yang tidak membebani di luar kemampuan. Allah Ta’ala berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” [5]

Syariat Islam juga dibangun atas dasar kasih sayang dan kemudahan. Allah tidak ingin mempersulit hamba-Nya. Allah Ta‘ala berfirman,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” [6]

Syekh As-Sa’di rahimahullah menjelasakan ayat tersebut di dalam kitab tafsirnya, “Allah menghendaki untuk memudahkan jalan bagi kalian menuju keridaan-Nya dengan kemudahan yang paling besar dan jalan yang paling mudah. Oleh karena itu, seluruh perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya pada asalnya adalah penuh dengan kemudahan. Jika muncul hal-hal yang menyulitkan, maka Allah memberikan kemudahan tambahan dengan meringankannya atau menggugurkannya melalui berbagai macam keringanan.” [7]

Jika seseorang sakit, lemah, atau mengalami kesulitan fisik yang bisa memperburuk kondisinya bila berpuasa, maka tidak perlu memaksakan diri, karena itu bertentangan dengan tujuan syariat yang menjaga jiwa dan kesehatan.

Niat tulus tetap dicatat pahalanya

Jika seseorang benar-benar ingin puasa namun terhalang uzur, maka niat baiknya tetap dicatat sebagai pahala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya …” [8]

Bahkan dalam hadis lain,

مَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، كُتِبَتْ له حَسَنَةً، ومَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَعَمِلَها، كُتِبَتْ له عَشْرًا إلى سَبْعِ مِئَةِ ضِعْفٍ

“Siapa saja yang berniat melakukan suatu kebaikan namun belum mengerjakannya, maka dicatat baginya satu kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan kebaikan lalu mengerjakannya, maka dicatat baginya sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat.” [9]

Dalam hadis lain disebutkan tentang beberapa sahabat yang terhalang mengikuti perang karena uzur, namun tetap mendapatkan pahala. Jabir bin Abdillah menceritakan tentang kisahnya bersama Rasulullah dan berkata,

كنَّا معَ النبيِّ ﷺ في غزاةٍ، فقالَ : إنَّ بالمدينةِ لَرِجالًا ما سِرتُم مسيرًا، ولا قطعتُم واديًا، إلا كانوا معكم، حَبَسَهمُ المرضُ. وفي روايةٍ: إلَّا شَرَكُوكم في الأجرِ.

“Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu peperangan, lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan atau melewati suatu lembah, melainkan mereka bersama kalian; mereka terhalang oleh sakit.’”

Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Mereka turut memperoleh pahala bersama kalian.” [10]

Hadis-hadis diatas mengajarkan bahwa jika seseorang ingin (berniat) melakukan amal saleh, namun terhalang karena sakit atau keadaan yang tidak ia inginkan, maka Allah tetap menuliskan pahala sempurna baginya.

Baca juga: Keutamaan dan Keistimewaan Hari Arafah

Mengganti dengan amalan lain

Bagi yang tidak mampu berpuasa Arafah, masih terbuka banyak pintu pahala di hari tersebut. Di antaranya:

Memperbanyak zikir dan takbir

Hari Arafah adalah bagian dari 10 hari pertama di bulan Zulhijah, yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir. Allah berfirman,

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ

“Dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.” [11]

An-Nawawi rahimahullah berkata,

فيُستحبّ الإِكثارُ من الذكر والدعاء، ويَجتهدُ في ذلك

“Maka disunahkan (dianjurkan) untuk memperbanyak zikir dan doa, serta bersungguh-sungguh dalam hal itu.” [12]

Berdoa di hari Arafah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خير الدعاء دعاء يوم عرفة

“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” [13]

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar, beliau berkata,

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عَرَفَةَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Doa yang paling banyak diucapkan oleh Rasulullah ﷺ pada hari Arafah adalah: Lā ilāha illallāh, waḥdahū lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, biyadihil-khayru wa huwa ‘alā kulli shay’in qadīr (Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu).” [14]

Bagi yang tidak mampu puasa, tetap dianjurkan untuk memperbanyak doa pada hari tersebut, memohon ampunan, rahmat, dan segala hajat dunia-akhirat.

Bersedekah dan berbuat baik

Jika tubuh tidak kuat untuk berpuasa, maka gantilah dengan memberi makan orang yang berpuasa, atau bersedekah kepada fakir miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من فطَّر صائمًا كان له مثلُ أجره، غير أنه لا ينقصُ من أجر الصائمِ شيئًا

“Siapa saja yang memberi makan orang yang berpuasa untuk berbuka, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” [15]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا، فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Lindungilah diri kalian dari api neraka, walaupun hanya dengan (bersedekah) setengah butir kurma. Jika tidak ada (yang bisa disedekahkan), maka dengan perkataan yang baik.” [16]

Jangan bersedih jika tidak bisa puasa

Wahai saudaraku, jangan merasa bahwa ketidakmampuanmu adalah penghalang untuk dekat dengan Allah.

Terkadang, air mata dan keikhlasan dalam keterbatasan justru lebih dicintai oleh-Nya dibanding amalan yang tampak besar namun kosong dari keikhlasan.

Bersyukurlah bila engkau tetap mengingat Allah, walau lemah. Bersyukurlah bila engkau tetap berdoa, meski tak kuat menahan lapar. Karena Allah melihat niat, bukan hanya amal lahiriah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Apa saja kebaikan yang kalian lakukan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” [17]

Semoga Allah menerima niat dan amal ibadah kita, menguatkan tubuh kita, meluaskan rezeki kita, dan menyampaikan kita kepada Arafah berikutnya dalam keadaan sehat dan taat. Aamiin.

Baca juga: Penentuan Hari Arafah Jika Terjadi Perbedaan Mathla’

***

Jember, 16 Zulkaidah 1446/14 Mei 2025

Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan

Artikel Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] HR. Muslim

Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده

“Aku berharap kepada Allah agar puasa itu menghapus dosa tahun sebelumnya dan tahun setelahnya.”

[2] Al-Mughni, 4: 443.

[3] Al-Majmu’, 6: 428.

[4] Al-Furū‘, 3: 108.

[5] QS. Al-Baqarah: 286.

[6] QS. Al-Baqarah: 185

[7] Taisir Al-Kariim Ar-Rahman fii Tafsir Kalam Al-Mannan, hal. 84.

[8] HR. Bukhari dan Muslim.

[9] HR. Muslim.

[10] HR. Muslim.

[11] QS. Al-Hajj: 28

[12] Al-Adzkar, hal. 198; melalui Maktabah Syamilah.

[13] HR. Tirmidzi, hasan.

[14] Hadis hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

[15] HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah; Tirmidzi mengatakan, “Hadis hasan shahih”.

[16] HR. Bukhari, Muslim, dan An-Nasa’i. Lafaz ini disebut oleh ketiganya.

[17] QS. Al-Baqarah: 215.


Artikel asli: https://muslim.or.id/105540-apa-yang-harus-dilakukan-jika-tidak-mampu-puasa-arafah.html